JURNAL METODOLOGI PENELITIAN
MEMBANDINGKAN
METODE EOQ DAN ROP UNTUK OPTIMALISASI SISTEM PENGENDALIAN BAHAN BAKU
( STUDI KASUS DI PT. XXZ FURNITURE )
Disusun oleh :
Suparjo Rustam :
12.04.51.0015
Ahmad Sholeh :
12.04.51.0004
Yohandika Tri. A :
12.04.51.0008
Sukrina Makhfudi : 12.04.51.000
PROGRAM STUDI TEKNIK
INDUSTRI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS
STIKUBANK (UNISBANK)
SEMARANG
2015
MEMBANDINGKAN
METODE EOQ DAN ROP UNTUK OPTIMALISASI SISTEM PENGENDALIAN BAHAN BAKU
( STUDI KASUS DI PT. XXZ FURNITURE
)
Yohandika
Tri. A, Suparjo Rustam, Ahmad Sholeh
Metodologi
Penelitian, Jurusan Teknik Industri,
Fakultas
Teknik, Universitas Unisbank, Semarang
1.
Latar Belakang
Saat ini dunia industri furniture
berkembang dengan sangat pesat. Perkembangan industri furniture dipengaruhi
oleh semakin terbukanya arus globalisasi, permintaan atas mebel kayu yang
berasal dari Indonesia oleh negara-negara lain juga semakin meningkat
jumlahnya. Permintaan ini terutama berasal dari negara Amerika Serikat (29.3%),
Jepang (9.6%), Belanda dan Inggris (masing-masing 6.47%). Adanya permintaan
yang semakin banyak dan berfluktuasi yang tinggi, maka setiap perusahaan
furniture dituntut dapat beroperasi secara lebih efektif dan efisien dalam
mengahadapi persaingan. Dalam
Pangsa/segmen pasar skala internasional mereka
berlomba-lomba memajukan usahanya demi mempertahankan eksistensinya dengan
menghasilan produk yang bisa menarik minat konsumen. Karakateristik industri furniture skala menengah
dengan jumlah tenaga umumnya menggunakan tenaga kerja relatif banyak yaitu
antara 200 sampai 1000 pekerja, dan mesin-mesin yang digunakan sudah
menggunakan teknologi yang sudah cukup maju, seperti mesin panel saw, mesin
radial arm saw, mesin potong memanjang (altendof), mesin router, hand bor,
mesin horizontal bor, mesin vertical bor, multi bor, soft forming, mesin edging
dan peralatannya lainnya. Sedangkan dilihat dari bahan baku kayu yang digunakan
sangat spesifik . Ada beberapa jenis bahan baku kayu yang umum dipakai antara
lain kayu Jati, kayu Agathis, kayu Mahoni, Sonokeling, Rimba dan lain-lain yang
bisa dibudayakan. Seiring dengan perkembangan
pasar di dunia, maka persaingan pasar di Indonesiapun semakin ketat. Para
produsen furniture di Indonesia sendiri bersaing dalam hal kualitas, design, dan harga. Produsen funiture
yang ternama di Indonesia, salah satunya PT. XXZ.
Kegiatan perusahaan
mempunyai hubungan yang sangat erat dengan kegiatan produksi. Proses Pembuatan funiture dalam Pembuatan
Produk Funiture diperlukan bahan kayu glondongan berukuran besar. Setiap bahan
(material) memiliki karakter dan juga tekstur (kesan raba) yang berbada - beda
pada permukaannya. Bahan juga menampilkan warna asli bawaan dari bahan itu
sendiri. Secara garis besar, bahan terbagi menjadi 2 jenis. Pertama, bahan dari
alam seperti kayu , rotan , bambu , besi , kulit , pandan , dan sejenisnya .
kedua , bahan buatan atau sintetis seperti plastik , fibeglass , upholstery ,
kulit imitasi , dan sejenisnya . Setiap aktivitas desain membutuhkan
pengetahuan tentang karakteristik bahan . bahan harus sesuai dengan fungsi
funiture yang dirancang . jenis bahan yang dapat digunakan untuk membuat
Funiture adalah kayu jati , kayu ramin , kayu nyatoh , meranti , kayu karet , pinus
, sono keling , dan masih banyak lagi. penting.
Sehingga diperlukan pengendalian persediaan bahan baku yang efektif dan
efisien. Pengendalian persediaan bahan baku merupakan salah satu aspek yang
sangat penting bagi berlangsungnya kelancaran suatu produksi. Hal ini berlaku
untuk semua industri terutama industri yang bergerak dalam bidang manufaktur,
seperti industri furniture.
Pengendalian persediaan bahan baku merupakan salah satu sistem yang dapat
menjamin kelancaran akan ketersediaan bahan baku, sehingga proses produksi akan
berjalan dengan lancar. Pengendalian tersebut dapat mencegah terjadinya
kekurangan bahan baku yang dapat mengakibatkan terhambatnya proses produksi
atau dapat menghentikan kegiatan produksi yang menyebabkan perusahaan menderita
kerugian.
Pengendalian sistem bahan
baku sangat beragam dan bervariasi dalam penggunaan metode atau teknik
pengendalian bahan bakunya. Maka dari diperlukan beberapa metode agar
jumlah persediaan bahan baku tetap optimal dan menurunkan biaya pemesanan.
Disampin permintaan pasar semakin besar / tinggi karena menpunyai nilai estetika struktur serat alami.
Produk produk yang berasal dari kayu juga mempunyai permintaan yang
bervariasi, seperti kayu lapis (plywood)
, blockboard , particleboard , dan MDF. Bahan – bahan olahan dari kayu ini juga
dapat digunakan dalam pembuatan funiture. Perusahaan mengadakan kegiatan
produksi untuk memenuhi kebutuhan pasar. Untuk mengadakan kegiatan produksi
harus ada bahan baku, oleh karena itu didalam dunia usaha masalah bahan baku
adalah masalah yang sangat penting. Banyak cara/ teknik pengendalian bahan baku
salah satunya EOQ & ROR.
2.
Rumusan Masalah
a. Membandingkan metode EOQ dan ROR dalam
mengoptimalkan bahan baku?
b.Variabel-variabel
apa saja yang berpengaruh dalam metode EOQ dan ROR untuk optimalisasi bahan baku?
c. Menentukan kelebihan dan kekurangan metode EOQ
dan ROR yang digunakan?
3.
Tinjauan Pustaka
3.1
EOQ (Economic Order Quantity)
EOQ adalah
suatu model yang menyangkut tentang pengadaan atau persediaan bahan baku pada
suatu perusahaan. Setiap perusahaan industri pasti memerlukan bahan baku demi
kelancaran proses bisnisnya, bahan baku tersebut diperoleh dari supplier dengan
suatu perhitungan tertentu. Dengan menggunakan perhitungan yang ekonomis
tentunya suatu perusahaan dapat menentukan secara teratur bagaimana dan berapa
jumlah material yang harus disediakan. Ketidakteraturan penjadwalan akan
memberikan dampak pada biaya persediaan karena menumpuknya persediaan di
gudang. Dengan demikian pengelolahan atau pengaturan bahan baku merupakan salah
satu hal penting dan dapat memberikan keuntungan pada perusahaan.
Model persediaan Economi Order Quantity (EOQ) Economic
Order Quantity atau EOQ adalah jumlah pemesanan paling ekonomis, yaitu jumlah
pembelian barang yang dapat meminimalkan jumlah biaya pemeliharaan barang dari
gudang dan biaya pemesanan setiap tahun. Asumsi dasar dalam menerapkan metode
EOQ untuk dipenuhi yaitu :
Permintaan dapat ditentukan secara pasti dan konstan,
item yang dipesan indenpenden dengan item yang lain, pesanan yang diterima
dengan segera dan pasti, tidak terjadi stock out serta harga item konstan. dari
model ini adalah untuk menentukan nilai Q sehingga meminimalkan total biaya
persediaan. Dalam penentuan nilai Q maka Purchasing costdapat diabaikan karena dianggap konstan.
Dimana biaya total persediaan adalah sebagai berikut : Biaya total persediaan =
Ordering Cost + Holding Cost+ Purchasing Cost Cara lain untuk memperoleh EOQ
dengan pendekatan matematis dikenal dengan istilah cara formula. Dengan metode
ini digunakan beberapa notasi atau parameter antara lain: TAC = total biaya
persediaan tahunan (total annual inventory cost) TOC = total biaya pesan (total
annual inventory cost) TCC = total biaya pesan (total carrying cost) R = jumlah
pembelian (permintan ) satu periode C = biaya simpan tahunan (rupiah/unit_ S =
biaya setiap kali pemesanan Q = jumlah pemesanan (unit/order) Q* = jumlah
pemesanan optimum (EOQ) T = waktu antara satu pesanan dengan lainnya TC = total
biaya persediana (rupiah per tahun) Biaya pemesanan per tahun S = frekuensi
pesanan x biaya pesanan S = (R/Q) x s ........
Biaya penyimpanan per tahun C = persediaan rata-rata x
biaya penyimpanan C = (Q/2)x c ....
Biaya total per tahun TC = (R/Q*)x S+ (Q*/2) x C .
Keterangan : EOQ terjadi jika biaya pemesanan
sama dengan biaya penyimpanan atau TOC = TCC, maka : (R/Q*)S = (Q*/2)C 2RS =
CQ*2 Q*2 = (2RS/C) Maka : EOQ = Q* = √ 2RS/C
Persediaan pengaman (safety stock) Persediaan
pengaman atau safety stock adalah persediaan minimum yang harus tersedia dan
hanya dapat digunakan dalam keadaan yang betul-betul darurat. Dengan adanya
safety stock maka perusahaan dapat mengalami resiko seminimal yang dapat
ditimbulkan karena adanya ketidakpastian kedatangan bahan Besarnya safety stock
(B) dapat dicari dengan rumus : B = a x Sdt .
Dimana : B =
safety stock
A = frequency level of service
Sdt = standar deviasi lead time
3.2 ROP (Reorder point)
ROP (Reorder Point) pada suatu perusahaan memang sangat penting, karena
reorder berarti memperhatikan kembali, lebih jelasnya Suad Husnan, dalam
bukunya Pembelanjaan Perusahaan, (2001 : 69) mengatakan reorder point adalah
saat yang tepat dimana persediaan dilakukan kembali.
Apabila tenggang waktu antara saat
perusahaan memesan dan barang tersebut datang biasanya disebut lead time sama
dengan nol, maka pada saat jumlah persediaan sama dengan nol pada saat itulah
dilakukan pemesanan.
Reorder Point (ROP) Yang dimaksud dengan reorder point
adalah saat atau titik dimana pemesanan kembali harus diadakan sehingga
kedatangan atau penerimaan bahan tepat pada waktunya dimana jumlah persediaan
sama dengan safety stock Penentuan titik pemesanan kembali ini menunjukkan
kepada bagian pembelian terhadap barang yang akan dibutuhkan. Hal ini
ditunjukkan untuk menjaga keseimbangan persediaan serta perusahaan tidak
kehabisan bahan jika sewaktu-waktu terdapat jumlah pesanan atau produk yang
lebih besar jumlahnya. Pada kenyataannya ,bahan yang lebih besar jumlahnya pada
kenyataan bahan yang dipesan tidak dapat dipenuhi atau tersedia karena
dibutuhkan jangka waktu untuk pengiriman. Agar datangnya bahan tersebut tepat
pada safety stock maa perusahaan harus melakukan pemesanan terlebih dahulu.
Untuk dapat menerapkan kapan pemesanan kembali
dapat dilakukan maka harus diperhatikan tiga unsur yang mempengaruhi, yaitu :
* Waktu antar saat melakukan pemesanan dengan saat
bahan sampai di gudang Jumlah safety stock.
* Jumlah kebutuhan tiap kali proses Reorder point (ROP) atau R adalah
menunjukkan suatu tingkat persediaan dimana saat itu harus dilakukan pesanan.
Dengan rumus sebagai berikut : ROP = (U x L ) + Safety Stock Dimana : ROP =
Reorder point U = tingkat kebutuhan per periode L = lead time Persediaan cukup
untuk memenuhi kebutuhan selama tenggang waktu (lead time). Jumlah yang harus
dipesan harus sesuai atau berdasarkan EOQ.
3.3.
PENGENDALIAN
PERSEDIAAN
Pengendalian persediaan adalah merupakan usaha-usaha
yang dilakukan oleh suatu perusahaan termasuk keputusan-keputusan yang diambil
sehingga kebutuhan akan bahan untuk keperluan proses produksi dapat terpenuhi
secara optimal dengan resiko yang sekecil mungkin. Persediaan yang terlalu
besar (over stock) merupakan pemborosan karena menyebabkan terlalu tingginya
beban-beban biaya guna
penyimpanan dan pemeliharaan selama penyimpanan di gudang. Disamping itu juga
persediaan yang terlalu besar berarti terlalu besar juga barang modal yang
menganggur dan tidak berputar. Begitu juga sebaliknya kekurangan persediaan
(out of stock) dapat menganggu kelancaran proses produksi sehingga ketepatan
waktu pengiriman sebagaimana telah ditetapkan oleh pelanggan tidak terpenuhi
yang ada sehingga pelanggan lari ke perusahaan lain. Singkatnya pengendalian
persediaan merupakan usaha-usaha penyediaan bahan-bahan yang diperlukan untuk
proses produksi sehingga dapat berjalan lancar tidak terjadi kekurangan bahan
serta dapat diperoleh biaya persediaan yang sekecil-kecilnya.
3.3.1
Jenis jenis persediaan
a.
Jenis-jenis
persediaan dalam suatu perusahaan menurut fungsinya dapat dibedakan atas:
1.Bath Stock/Lot Size Inventory adalah persediaan yang diadakan karena kita membeli atau
1.Bath Stock/Lot Size Inventory adalah persediaan yang diadakan karena kita membeli atau
membuat bahan-bahan atau barang-barang dalam jumlah
yang lebih besar daripada jumlah yang dibutuhkan
2.Fluctuation Stock adalah persediaan yang diadakan
untuk menghadapi fluktuasi permintaan konsumen yang tidak dapat diramalkan.
3.Anticipation Stock adalah persediaan yang diadakan
untuk menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat diramalkan, berdasarkan pola
musiman yang terdapat dalam satu tahun dan untuk menghadapi penggunaan,
penjualan, atau permintaan yang meningkat.
b.
Setiap jenis persediaan memiliki karakteristik tersendiri dan cara pengelolan
yang berbeda, sehingga dapat dilihat dari jenis dan posisi barang. Persediaan menurut
jenis dan posisi barang dapat dibedakan menjadi beberapa jenis:
1. Persediaan bahan mentah (raw material) yaitu persediaan barang-barang berwujud, seperti besi, kayu, serta komponen-komponen lain yang dugunakan dalam proses produksi.
2.Persediaan bagian produk atau komponen-komponen rakitan (purchased parts/components), yaitu persediaan barang-barang yang terdiri dari komponen-komponen yang diperoleh dari perusahan lain yang secara langsung dapat dirakit menjadi suatu produk.
3.Persediaan bahan pembantu atau penolong (supplies), yaitu persediaan barang-barang yang diperlukan dalam proses produksi, tetapi bukan merupakan bagian atau komponen barang jadi.
4. Persediaan barang dalam proses (work in process), yaitu persediaan barang-barang yang merupakan keluaran dari tiap-tiap bagian dalam proses produksi atau yang telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi masih perlu diproses lebih lanjut menjadi barang jadi.
5. Persediaan barang jadi (finished goods), yaitu persediaan barang-barang yang telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap dijual atau dikirim kepada pelanggan.
1. Persediaan bahan mentah (raw material) yaitu persediaan barang-barang berwujud, seperti besi, kayu, serta komponen-komponen lain yang dugunakan dalam proses produksi.
2.Persediaan bagian produk atau komponen-komponen rakitan (purchased parts/components), yaitu persediaan barang-barang yang terdiri dari komponen-komponen yang diperoleh dari perusahan lain yang secara langsung dapat dirakit menjadi suatu produk.
3.Persediaan bahan pembantu atau penolong (supplies), yaitu persediaan barang-barang yang diperlukan dalam proses produksi, tetapi bukan merupakan bagian atau komponen barang jadi.
4. Persediaan barang dalam proses (work in process), yaitu persediaan barang-barang yang merupakan keluaran dari tiap-tiap bagian dalam proses produksi atau yang telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi masih perlu diproses lebih lanjut menjadi barang jadi.
5. Persediaan barang jadi (finished goods), yaitu persediaan barang-barang yang telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap dijual atau dikirim kepada pelanggan.
3.3.2
Pengendalian Persediaan
Pengendalian persediaan merupakan
usaha-usaha yang dilakukan oleh suatu perusahaan termasuk keputusan-keputusan
yang diambil sehingga kebutuhan akan bahan untuk keperluan proses produksi
dapat terpenuhi secara optimal dengan resiko yang sekecil mungkin. Persediaan
yang terlalu besar (over stock) merupakan pemborosan karena menyebabkan terlalu
tingginya beban-beban biaya guna penyimpanan dan pemeliharaan selama
penyimpanan di gudang. Disamping itu juga persediaan yang terlalu besar berarti
terlalu besar juga barang modal yang menganggur dan tidak berputar. Begitu juga
sebaliknya kekurangan persediaan (out of stock) dapat menganggu kelancaran
proses produksi sehingga ketepatan waktu pengiriman sebagaimana telah
ditetapkan oleh pelanggan tidak terpenuhi yang ada sehingga pelanggan lari ke
perusahaan lain. Singkatnya pengendalian persediaan merupakan usaha-usaha
penyediaan bahan-bahan yang diperlukan untuk proses produksi sehingga dapat
berjalan lancar tidak terjadi kekurangan bahan serta dapat diperoleh biaya
persediaan yang sekecil-kecilnya.
Dalam usaha
mengoptimalkan persediaan perlu adanya metode-metode yang mendukung usaha
tersebut. Maka dari itu melakukan perbandingan metode yang paling optimal agar
persediaan selalu tepat saat digunakan dan menurunkan biaya pemesanan. Dalam
proses menentukan optimalisasi pengendalian persediaan pihak-pihak yang
berpengaruh adalah dibagian gudang, pemasok, dan konsumen.
4.
Metodologi penelitian
a. Tempat dan
Waktu Penelitian
Penelitian ini
didapatkan dari UD. ZAMAN BATU
b. Jenis dan Metode Pengumpulan data
Jenis dan
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan
data sekunder.Data primer
merupakan data yang langsung dikumpulkan dari perusahaan, sedangkan data
sekunder merupakan data yang telah tersusun dalam bentuk dokumen tertulis yang
diperoleh dari perusahaan, literature terdahulu maupun dari internet.
c. Konsep Variabel
Variabel-variabel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
Quantity)
yaitu dengan adanya kebutuhan tetap, untuk mengetahui jumlah
pembelian pesanan yang ekonomis.Perhitungan EOQ adalah sebagai berikut:
EOQ
=
Dimana:
EOQ =
Kuantitas pembelian optimal (m³).
D =
kuantitas Penggunaan per periode (m³/tahun).
S =
biaya per pesanan (Rp/m³).
H = biaya
penyimpanan per unit per periode (Rp/m³/tahun).
Safety
Stock (Persediaan Pengaman)
Asrori (2010)
mengemukakan bahwa penentuan jumlah persediaan pengamandapat dilakukan dengan
membandingkan pemakaian bahan baku kemudian dicari berapa standar deviasinya,
dengan rumus sebagai berikut:
Standar Deviasi =
Dimana:
n : Banyaknya periode
pemesanan bahan baku.
X: Jumlah penggunaan
bahan baku sesungguhnya tiap periode (m³/tahun).
: Rata – rata
penggunaan bahan baku (m³).
Untuk mengetahui
berapa banyak safety stock (persediaan pengaman) digunakan rumus sebagai
berikut :
Safety Stock =
SdxZ
Dimana :
Sd =
Standar Deviasi
Z = Faktor
keamanan dibentuk atas dasar kemampuan perusahaan.
Perhitungan
Total Biaya Persediaan Bahan Baku (TIC)
Untuk mengetahui
total biaya persediaanbahan baku minimal yang diperlukan perusahaandengan
menggunakan perhitungan EOQ. Perhitungan TIC adalah sebagai berikut:
TIC =
Dimana:
D = Kuantitas
Penggunaan per periode (m³/tahun).
S = Biaya per
pesanan (Rp/tahun).
H = Biaya
penyimpanan per unit (Rp/m³/tahun)
5.
Pengolahan dan Analisis data
Analisis
Persediaan Bahan Baku Menurut metode EOQ
1. Pembelian Bahan
Baku
Perusahaan melakukan pembelian bahan
baku 1 (satu) kali per 3 (tiga) bulan, dengan alasan sebagai persediaan dalam
proses produksi dan untuk mengantisipasi adanya kelangkaan bahan baku serta
kenaikan harga bahan baku.
Tabel 1. Data
Pembelian dan Penggunaan Bahan Baku Kayu Cempaka UD
Batu Zaman tahun 2013
Batu Zaman tahun 2013
Dari tabel 1 dapat disimpulkan bahwa
penggunaan bahan baku Kayu Cempaka lebih besar dari pada pembelian bahan baku
tahun 2013. Penggunaan bahan baku Kayu Cempaka bulan Desember meningkat
dikarenakan permintaan meningkat pada waktu itu karena perayaan natal.
Penggunaan bahan baku tahun 2013 sebanyak 9,35 m³.Frekuensi pembelian selama
tahun 2013 sebanyak 4 kali,karena setiap tiga bulan sekali perusahaan membeli
bahan baku. Untuk pembelian rata-rata Kayu Cempaka selama tahun 2013 adalah
sebesar 2,3375 m³.
2. Biaya Pemesanan
Biaya pemesanan yaitu biaya yang
dikeluarkan berkenaan dengan diadakannya pemesanan bahan baku dari supplier.
Biaya pemesanan setiap kali dilakukan pemesanan terdiri dari biaya telepon,
biaya transportasi dan pembongkaran, dan biaya administrasi.
Tabel
2. Biaya pemesanan Bahan Baku Kayu UD. Batu Zaman tahun 2013
Untuk biaya yang dikeluarkan perusahaan pada setiap
kali pemesanan adalah sebesar Rp. 215.000.
3. Biaya Penyimpanan
Biaya penyimpanan adalah biaya – biaya yang dikeluarkan
karena perusahaan melakukan penyimpanan dalam persediaan bahan baku dalam
jangka waktu tertentu. Biaya penyimpanan yang dikeluarkan oleh UD.Batu Zaman
yaitu biaya pemeliharaan dan biaya kerusakan.
Tabel
3. Biaya Penyimpanan Per Unit Bahan Baku Kayu Cempaka UD. Batu Zaman pada tahun
2013.
Terlihat pada tabel 3 bahwa terdapat dua
jenis biaya penyimpanan, yaitu biaya pemeliharaan dan biaya kerusakan.Untuk
biaya penyimpanan per unit yang dikeluarkan UD.Batu Zaman adalah sesbesar Rp.
203.208,5.
Analisis Data
1. Perhitugan EOQ
1. Perhitugan EOQ
Jumlah penggunaan bahan baku Kayu
Cempaka, harga bahan baku Kayu Cempaka per m³, besarnya biaya pemesanan setiap
kali melakukan pemesanan dan besarnya biaya penyimpanan per unit (m³) pada UD
Batu Zaman periode tahun 2013 dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel
4. Penggunaan Bahan Baku kayu Cempaka, Harga per unit, Total Biaya Penggunaan,
Biaya Pemesanan dan Biaya Penyimpanan per periode tahun 2013
Dari tabel 4 dapat dihitung kuantitas
pembelian optimal.
Dimana:
EOQ = Kuantitas pemesanan optimal (m³).
D = kuantitas Penggunaan per periode
(m³/tahun).
S = biaya per pesanan (Rp/m³).
H = biaya penyimpanan per unit per
periode (Rp/m³/tahun).
Sehingga jumlah pembelian bahan baku
Kayu Cempaka yang optimal setiap kali pesan pada tahun 2013 sebesar 4,448 m³,
dengan frekuensi pembelian bahan baku yang diperlukan UD Batu Zaman adalah
sebanyak 2 kali.
2. Penentuan Persediaan Pengaman (Safety
Stock)
Safety stock atau persediaan pengaman adalah persediaan untuk mengantisipasi
unsur
Jurnal Ilmiah, oktober 2014 ketidakpastian permintaan dan penyediaan. Apabila, persediaan pengaman tidak mampu mengantisipasi ketidakpastian tersebut, akan terjadi kekurangan persediaan (stockout). Penentuan jumlah persediaan pengaman dapat dilakukan dengan membandingkan pemakaian bahan baku kemudian dicari berapa standar deviasinya. Setelah diketahui berapa besarnya standar deviasi maka akan ditetapkan besarnya analisis penyimpangan. Dalam analisis penyimpangan ini management perusahaan menentukan seberapa jauh bahan baku yang masih dapat diterima. Pada umumnya batas toleransi yang digunakan adalah 5 % diatas perkiraan dan 5 % dibawah perkiraan dengan nilai 1,65. Untuk perhitungan standar deviasi dapat dilihat pada tabel 5 berikut :
Jurnal Ilmiah, oktober 2014 ketidakpastian permintaan dan penyediaan. Apabila, persediaan pengaman tidak mampu mengantisipasi ketidakpastian tersebut, akan terjadi kekurangan persediaan (stockout). Penentuan jumlah persediaan pengaman dapat dilakukan dengan membandingkan pemakaian bahan baku kemudian dicari berapa standar deviasinya. Setelah diketahui berapa besarnya standar deviasi maka akan ditetapkan besarnya analisis penyimpangan. Dalam analisis penyimpangan ini management perusahaan menentukan seberapa jauh bahan baku yang masih dapat diterima. Pada umumnya batas toleransi yang digunakan adalah 5 % diatas perkiraan dan 5 % dibawah perkiraan dengan nilai 1,65. Untuk perhitungan standar deviasi dapat dilihat pada tabel 5 berikut :
Tabel 5. Deviasi tahun 2013
Dari tabel5 diketahui bahwa standar
deviasi yang diperoleh adalah sebesar 0,1430690392782, sehingga diperoleh
besarnya kuantitas persediaan pengaman (Safety Stock) optimal yang harus
tersedia di gudang adalah sebesar 0,24 m³.
3. Penentuan Pemesanan Kembali (Reorder
Point)
Saat pemesanan kembali atau Reorder Point
adalah saat dimana perusahaan harus melakukan pemesanan bahan baku kembali, sehingga
penerimaan bahan baku yang dipesan dapat tepat waktu. Untuk menentukan kapan pemesanan
dilakukan, maka digunakan rumus
sebagai berikut :
ROP = Safety Stock + (Lead Time x Q)
Dimana:
ROP = Titik pemesanan kembali
Lead time= Waktu tunggu (Hari).
Safety stock= Persediaan pengaman (m³).
Q = Penggunaan bahan baku rata-rata per
hari (m³/hari).
Diketahui bahwa selisih waktu antara
pemesanan dengan penerimaan bahan baku (lead time) adalah 14 hari, dan besarnya
safety stock 0,24 m³, jumlah penggunaan bahan baku adalah sebesar 9,35 m³, dan
penggunaan bahan baku rata-rata perhari adalah sebesar 0,363 m³. Sehingga tahun
2013 UD Batu Zaman melakukan pemesanan kembali pada saat persediaan bahan baku
digudang sisa 0,603 m³.
4. Penentuan Persediaan Maksimum
(Maximum Inventory)
Persediaan maksimum diperlukan oleh
perusahaan agar jumlah persediaan yang ada digudang tidak berlebihan sehingga
tidak terjadi pemborosan modal kerja. Adapun untuk mengetahui besarnya
persediaan maksimum dapat digunakan rumus :
Maximum Inventory = Safety
Stock + EOQ
Safety Stock = 0,24 m³
EOQ
= 4,448 m³
Persediaan Maksimum = 0,24 m³ + 4,448 m³
= 4,688 m³
Untuk mengetahui lebih jelas mengenai
perhitungan persediaan bahan baku Kayu Cempaka pada UD Batu Zaman dengan
menggunakan metode EOQ selama periode tahun 2013 dapat dilihat pada
tabel 6.
Tabel 6. Hasil perhitungan besarnya EOQ, Safety Stock, Reorder
Point, dan Maximum Inventory Bahan Baku Kayu Cempaka Periode tahun 2013
5. Perhitungan Biaya Total Persediaan (Total
Inventory Cost)
Untuk mengetahui total biaya persediaan
bahan baku minimal yang diperlukan perusahaan dengan menggunakan perhitungan EOQ.
Hal ini dilakukan untuk penghematan biaya persediaan perusahaan. Untuk menghitung
total biaya persediaan digunakan rumus sebagai berikut :
Dimana: D = Kuantitas Penggunaan
per periode (m³/tahun).
S = Biaya per pesanan (Rp/tahun).
H = Biaya penyimpanan per unit
(Rp/m³/tahun).
Total biaya persediaan yang dikeluarkan
UD Batu Zaman menurut metode EOQ pada tahun 2013 adalah sebesar Rp.
881.670,-. Sedangkan untuk perhitungan total biaya persediaan menurut UD Batu
Zaman akan dihitung menggunakan persediaan ratarata yang ada di perusahaan
dengan menggunkan rumus sebagai berikut :
TIC = (Penggunaan rata-rata) (H) + (S)
(F)
Dimana:
H= Biaya penyimpanan per unit
(Rp/m³/thn).
S= Biaya pemesanan per pesanan (Rp/m³).
F= Frekuensi pembelian yang dilakukan
perusahaan.
Sehingga tahun 2013 UD Batu Zaman
melakukan pemesanan kembali pada saat persediaan bahan baku digudang sisa 0,603
m³.
Perbandingan persediaan bahan baku
antara kebijakan perusahaan dengan kebijaksanaan pembelian dengan menggunakan
metode EOQ.
6. Kesimpulan dan harapan
Jadi dapat diketahui perbandingan antara
kebijaksanaan yang digunakan perusahaan dengan menggunakan metode EOQ yaitu
pada tahun 2013 menunjukkan bahwa UD Batu Zaman seharusnya melakukan pembelian
bahan baku Kayu Cempaka pada saat persediaan sebesar 0,603 m³. Dengan demikian
pada saat bahan baku diterima dengan lead
time 14 hari, persediaan yang tersisa masih 0,24 m³, sedangkan untuk menghindari terjadinya kelebihan bahan baku, jumlah pembelian yang harus dilakukan sebesar 4,448 m³, agar tidak melebihi maximum inventory sebesar 4,688 m³. Total biaya persediaan bahan baku kayu menurut metode EOQ adalah sebesar Rp. 881.670, sedangkan total biaya persediaan bahan baku menurut UD Batu Zaman sebesar Rp. 1.335.000. Jadi terdapat penghematan sebesar Rp. 453.330. Dari hasil tersebut terdapat penghematan total biaya persediaan karena total biaya yang dihitung menurut UD Batu Zaman lebih besar dari total biaya yang dihitung menurut metode EOQ.
time 14 hari, persediaan yang tersisa masih 0,24 m³, sedangkan untuk menghindari terjadinya kelebihan bahan baku, jumlah pembelian yang harus dilakukan sebesar 4,448 m³, agar tidak melebihi maximum inventory sebesar 4,688 m³. Total biaya persediaan bahan baku kayu menurut metode EOQ adalah sebesar Rp. 881.670, sedangkan total biaya persediaan bahan baku menurut UD Batu Zaman sebesar Rp. 1.335.000. Jadi terdapat penghematan sebesar Rp. 453.330. Dari hasil tersebut terdapat penghematan total biaya persediaan karena total biaya yang dihitung menurut UD Batu Zaman lebih besar dari total biaya yang dihitung menurut metode EOQ.
6. Daftar pustaka
[1] M. Difana., (2013) Pengendalian persediaan bahan bakuVulkanisir
ban, Padang : Universitas
Andalas.
[2] D. Rahayu Trisna., (2014) Proses
segmentasi pasar pada perusahaan furniture, Jakarta : Universitas
Gunadarama.
[3] Linawati., (2013) Analisis sistem pembelian bahan baku terhadap
pengendalian intern, Kediri : Pendidikan Ekonomi Akuntansi, FKIP UNP.
[4] Charles Mensah, Daniel Diyuoh, Dorcas Oppong., (2014) Assessment of supply chain management
practices and it effects on the performance of kasapreko company limited in Ghana
: European Journal of Logistics Purchasing and Supply Chain Management
Vol.2, No. 1, pp.1- 16
[5] Ade Setiawan Gozali., (2012) Implementasi
metode economic order quantity
(eoq) pada sediaan knop jendela
ud. In ja, Samarinda, Jurnal
Ilmiah, Fakultas Bisnis dan Ekonomika, Universitas Surabaya Vol.1 No.1
[6] http://tongke1.blogspot.com/2011/02/pengendalian-persediaan.html diunduh pada tanggal 20 Mei 2015
[7] http://hendrasetyo.blogspot.com/2010/09/eoq-economic-order-quantity.html diunduh
pada tanggal 25 Mei 2015
[8] http://nanangbudianas.blogspot.com/2013/02/pengertian-reorder-point.html diunduh pada tanggal 8 Juni 2015
[9] http://tongke1.blogspot.com/2011/02/pengendalian-persediaan.html diunduh pada tanggal 30 Juni 2015
[10] https://shelmi.wordpress.com/2009/05/05/jenis-jenis-persediaan diunduh
pada tanggal 30 Juni 2015